GenPI.co Banten - Setelah sempat sepi selama beberapa bulan, kerajinan tenun tradisional masyarakat Badui kembali menggeliat. Kerajinan tenun yang cukup potensial ini kembali menggliat seiring dengan pembukaan tempat wisata di Desa Kanekes, Kabupaten Lebak.
”Sejak dua pekan terakhir permintaan kain tenun meningkat dari biasanya satu potong, kini menjadi 10 potong kain tenun per pekan,” ungkap Ambu Silvi salah satu perajin tenun di Desa Kanekes, dikutip dari Antara, Kamis (14/10).
Kerajinan tenun bagi masyarakat Badui bukan sekedar seni dan budaya, tapi juga mata pencarian. Selama ini masyarakat Badui menjadikan kerajinan tenun sebagai sumber penghasilan andalan masyarakat.
Sepuluh potong kain tenun produksi masyarakat Badui dijual dengan harga Rp 1.600.000 per pekan. Sebelum wisata dibuka secara terbatas, pendapatan perajin tenun hanya Rp 130.000 per pekan.
”Kami sekarang bisa meraup keuntungan bersih Rp10 juta dari sebelumnya Rp 300 ribu per bulan,” kata Neng yang juga salah seorang perajin kain tenun.
Terkait mutu kain tenun masyarakat Badui, Kepala Seksi Industri Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Lebak Sutisna mengaku masih terus melatih masyarakat di Kabupaten Lebak.
”Pembinaan kerajinan Badui itu dilakukan secara bertahap karena jumlah perajin sekitar 420 unit usaha tenun Badui dan memberikan dampak positif bagi penduduk sebanyak 10.600 jiwa” jelas Sutisna.
Ciri khas dari kain tenun Badui ada pada corak warna dan motif. Beberapa motif kain tenun masyarakat Badui yaitu poleng hideung, poleng paul, mursadam dan pepetikan.
Ada juga motif kacang herang, maghrib, capit hurang, susuatan, suat songket dan semata (girid manggu, kembang gedang, kembang saka).
Di balik keindahan kain tenun Badui terdapat filosofi bergaris dua pada corak kain yang melambangkan warga Badui harus berjalan kaki lurus dan tidak boleh ke samping agar tidak mengganggu orang lain dan berlawanan arah. (ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News