GenPI.co Banten - Kasus dugaan penipuan perdagangan emas dengan skema ponzi yang merugikan sejumlah orang dengan nilai kerugian mencapai Rp1 triliun telah ditangani.
Pengacara dari beberapa korban telah menuntut pemulihan ganti rugi kepada Budi Hermanto, terduga pelaku penipuan dengan skema ponzi.
Skema ponzi merupakan praktik investasi bodong yang sudah ada di Indonesia sejak tahun 1990.
Menurut Otoritas Jasa Keuangan, skema ponzi adalah investasi palsu yang membayar keuntungan investor dengan uang mereka sendiri atau dari investasi berikutnya.
Kasus dugaan penipuan emas yang terjadi sejak tahun 2019 ini berawal dari ajakan terdakwa kepada sejumlah pelaku usaha emas dan perorangan untuk ditukar dengan bilyet giro.
Pelaku menjanjikan bilyet giro tersebut dapat dicairkan dalam waktu dua hingga enam bulan kemudian.
Investor dijanjikan mendapat keuntungan hingga 5-20 persen dari tempo waktu investasi.
Pada awalnya, investor merasa semua berjalan lancar dan semakin banyak orang berinvestasi emas.
Hingga pada bulan Oktober 2021, terdakwa tidak dapat mencairkan bilyet giro tagihan dari sejumlah orang, termasuk kliennya.
“Akhirnya di sini mulai muncul kasus hukum dan masuk laporan ke Bareskrim,” ujar Rasamala Aritonang, kuasa hukum delapan orang korban penipuan, dikutip dari Antara, Rabu (16/3).
Pengacara korban penipuan menduga, uang hasil penjualan emas dialihkan ke investasi lainnya dan gagal sehingga terkendala dengan tagihan bilyet giro.
Sejumlah aset telah disita di antaranya: 12 kilogram emas, uang tunai Rp66 juta dan tiga ruko emas di ITC BSD Serpong. (ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News