Kerugian Riil Dugaan Korupsi di Krakatau Steel Segera Dipublikasi

04 Maret 2022 18:00

GenPI.co Banten - Dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan pabrik blast furnace PT Krakatau Steel masuk ke tahap penyidikan.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Supardi mengatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mendalami kasus tersebut.

Hal tersebut dilakukan untuk menentukan potensi keuangan negara pada dugaan kasus tersebut sehingga perlu berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

BACA JUGA:  Walkot Cilegon Tinjau Lokasi Banjir, Warga: Karena Proyek Pabrik

“Yang jelas kami sudah ke BPKP, semacam sudah ada kesepakatan clear akan naik ke penyidikan. Jadi kami sudah ada diskusi, sudah clear,” kata Supardi, dikutip dari Antara, Kamis (3/3).

Selama proses penyidikan, ditemukan adanya peristiwa pidana sehingga dalam waktu dekat akan ditingkatkan ke dalam penyidikan umum.

BACA JUGA:  Kapolres Siap Kawal Pemulangan Korban Laka Lantas Asal Cilegon

Menurut Supardi, kerugian riil dugaan korupsi tersebut akan segera diumumkan dalam waktu dekat.

Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan pada awalnya proyek pembangunan pabrik Blast Furnace (BFC).

BACA JUGA:  The Royale Krakatau Gelar Pameran Pernikahan, Bisa Pilih Vendor

Pelaksanaan proyek pembangunan tersebut dilakukan oleh Konsorsium MCC CERI (asal China) dan PT Krakatau Engineering sesuai hasil lelang tanggal 31 Maret 2011 dengan nilai kontrak Rp6,92 triliun.

Kemudian, kontrak tersebut telah dibayarkan ke pihak pemenang lelang senilai Rp5,3 triliun.

Masalah terjadi ketika pekerjaan dihentikan pada tanggal 19 Desember 2019 sebelum pekerjaan rampung 100 persen.

Setelah dilakukan operasi biaya produksi, ternyata didapati biaya produksi lebih besar dari harga baja di pasar.

Keadaan diperparah dengan belum serah terima proyek dengan kondisi tidak dapat beroperasi lagi.

Rencananya, PT Karakatau Steel akan membangun Pabrik Blast Furnace (BFC) dengan menggunakan bahan bakar batubara.

Batubara dipilih karena biaya produksinya lebih murah, namun penggunaan bahan bakar gas perlu biaya mahal.

Menurut Supardi, pabrik peleburan tersebut tidak bisa dioperasikan, karena akan mengeluarkan biaya tinggi.

“Tidak bisa beroperasi, kalau dipakai high cost tidak bisa bersaing,” ujarnya. (ant)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Citra Dara Vresti Trisna

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co BANTEN