GenPI.co Banten - Pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten mengaku masih menyelidiki penggunaan Biaya Penunjang Operasional (BPO) Gubernur dan Wakil Gubernur Banten tahun 2017-2021.
Kepala Kejati Banten Reda Manthovani membenarkan bila pihaknya masih menyelidiki dan memeriksa.
“(Masih) memeriksa sejumlah pihak sebagai saksi untuk menemukan ada atau tidaknya peristiwa pidana terhadap BPO kepala daerah dan wakil kepala daerah,” ujarnya.
Reda juga menyatakan selain memeriksa saksi, pihaknya juga mengundang akuntan publik guna menghitung kerugian negara apabila ada peristiwa pidana.
Akuntan publik yang akan memeriksa ini, kata Reda, adalah akuntan yang dapat digunakan Aspidsus Kejati Banten untuk menangani perkara dugaan korupsi.
Sebelumnya, Kordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman melaporkan, Pemprov Banten ke Kejati.
Laporan tersebut terkait dugaan tidak tertib administrasi dalam pertanggungjawaban dan dugaan penyimpangan yang berpotensi terjadinya korupsi dalam pencairan BPO Gubernur Dan Wagub Banten tahun 2017-2021.
Dia menjelaskan, Provinsi Banten menggunakan satuan berdasarkan PP 109/2000, Pasal 8, Biaya Penunjang Operasional Gubernur dan Wakil Gubernur besarannya dengan standar maksimal sebesar 0,15 persen dari pendapatan asli daerah (PAD).
Sedangkan PAD Provinsi Banten tahun 2017 sampai tahun 2021 antara Rp6 triliun sampai Rp7 triliun.
“Maka terhitung dari tanggal 12 Mei 2017 sampai dengan bulan Desember 2021, biaya penunjang operasional gubernur dan wakil gubernur sebesar kurang lebih Rp57 miliar,” kata Boyamin. (ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News