Cagar Budaya Rumah Multatuli Tidak Terurus, Ini Kata Dispar Lebak

29 November 2021 04:00

GenPI.co Banten - Kondisi cagar budaya Multatuli atau rumah Eduard Douwes Dekker, Asisten Residen masa Kolonial Belanda yang bertugas di wilayah Kabupaten Lebak, Provinsi Banten yang terlantar disoroti Mochamad Husen, Akademisi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Latansa Mashiro Rangkasbitung.

Husein mengaku prihatin dengan kondisi bangunan Multatuli yang menjadi bagian sejarah dunia itu. Ia menilai, sejak dulu hingga sekarang kondisi gedung Multatuli itu telantar dan terbengkalai.

Bangunan Multatuli yang berada di lingkungan RSUD Adjidarmo Rangkasbitung, kata dia, tidak diketahui secara jelas siapa yang bertanggung jawab untuk merawat dan memiliharanya.

BACA JUGA:  Keindahan dan Legenda Sumur Keramat di Puncak Gunung Karang

“Apakah bangunan bersejarah itu merupakan kewenangan pemerintah daerah atau Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Banten,” kata Husein, dikutip dari Antara, Minggu (28/11).

Bahkan, bangunan itu beberapa kali mengalami alih fungsi menjadi rumah sakit pada 1987, apotek tahun 2000, hingga gudang pembangunan Rumah Sakit Dr Adjidarmo pada 2007.

BACA JUGA:  Masjid Baitul Arsy Pasir Angin, Dibangun Waliyullah Banten

Ia mengungkapkan, saat ini bagian jendela, pintu, kaca dan genteng sudah banyak yang hilang. Selain itu, kondisi tembok dinding sudah berlubang, cat mengelupas.

Namun, saat ini, kata Husen, lokasi bersejarah itu hanya menjadi kawasan parkir pegawai rumah sakit setempat.

BACA JUGA:  Secuil Kisah Perlawanan Kolonialisme Belanda di Museum Multatuli

“Kami berharap gedung Multatuli itu kembali dibangun dan dirawat serta dipelihara, karena merupakan kekayaan budaya bangsa,” katanya.

Menurut dia, perjuangan Eduard Douwes Dekker patut diapresiasi karena mereka memberikan semangat dan motivasi kepada rakyat Indonesia untuk berjuang melawan terhadap penjajahan kolonial Belanda, di mana hati nurani Multatuli bertolak belakang dengan pemerintah kolonial Belanda yang memeras dan mencekik rakyat di Lebak.

Oleh karena itu, Asisten Residen Belanda yang bertugas di Lebak itu mengangkat karya Novel “Max Havelaar” untuk menunjukkan keburukan dan kezaliman pemerintah kolonial Belanda yang sewenang-wenang terhadap pribumi.

“Kami berharap bangunan penulis Max Havelaar itu dilestarikan dan bisa menjadi destinasi wisata sejarah,” kata mantan anggota DPRD Lebak itu.

Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Lebak Imam Rismahayadin mengatakan untuk pembangunan gedung Multatuli yang menjadi cagar budaya di Rangkasbitung, Lebak belum memiliki anggaran akibat pandemi Covid-19.

“Seharusnya renovasi bangunan Multatuli direalisasikan 2020. Namun, virus corona yang mewabah sehingga difokuskan untuk penanganan Covid-19,” katanya. (Ant)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Citra Dara Vresti Trisna

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co BANTEN