Masjid Baitul Arsy Pasir Angin, Dibangun Waliyullah Banten

09 Oktober 2021 02:00

GenPI.co Banten - Sekilas memang tak ada yang istimewa dari Masjid Baitul Arsy Pasir Angin kecuali bangunannya yang tampak tua.

Kubah masjid itu pun hanya terbuat dari kayu. Tak ada keramik, emas atau logam mulia lainnya. Tiang dan fondasinya yang masih tampak kokoh itu juga dari bahan yang sama.

Namun, jika ditanya soal umur bangunan dan siapa yang membangun, masjid ini perlu diperhitungkan. 

Soal umur bangunan, tak satu pun warga Kampung Pasir Angin yang tau kapan Masjid Baitul Arsy dibangun.

Mereka hanya tahu, masjid ini dibangun oleh Syekh Ageng Karan. Itu pun dari cerita turun-temurun.

”Empat ratus tahun lalu,” kata warga. Ada pula yang menyebut abad ke-17 Masehi sesuai dengan usia pendiri masjid.

Beragam cerita mistis melingkupi masjid kuno yang berada di Kelurahan Pager Batu, Kecamatan Majasari, Pandegelang.

Kesan mistis itu semakin kuat ketika dihubungkan dengan rumah kuno Syekh Ageng Karan yang konon tak mempan dibakar Belanda.

Ketika Kampung Pasir Angin dibakar penjajah yang kalap, tak ada yang tersisa kecuali masjid dan rumah Waliyullah Banten ini.

Tak heran banyak orang berkunjung dan melihat langsung bangunan berukuran 13 x 10 meter persegi ini.

Bahkan Gus Dur pun pernah datang ke masjid ini untuk sholat dan bercengkerama dengan ulama di sekitar sini.

Gus Dur pernah berkata, Masjid Baitul Arsy dan pesantren yang dibangun Syekh Ageng Karan adalah yang tertua di Jawa Barat.

Peradaban Islam dengan segala elemennya memang bermula dari tempat sederhana ini.

Meski berada di pelosok kaki Gunung Karang, tak menyurutkan niat peziarah untuk datang dan merasakan ketenteraman batin berada di dalam masjid.

Usai berziarah di makam Syekh Ageng Karan dan Syekh Rako, mereka akan langsung mengunjungi masjid. Karena lokasi makam dengan masjid tak begitu jauh.

Dari sini mereka akan bergeser sowan ke makam Syekh Ageng Karan dan Syekh Rako, yang lokasinya hanya sekitar 500 meter dari masjid.

Begitu sampai di lokasi, peziarah tak langsung memasuki masjid. Mereka akan meluangkan sedikit waktu mengagumi bangunan kuno dan sederhana seoalah sedang berdialog dengan masa lalu.

Kekaguman mereka pada ketahanan bahan bangunan yang sulit diterima akal sehat dan menjungkir balik ilmu bangunan yang kian modern juga tak dapat disembunyikan dari raut wajah mereka.

Bahkan upaya renovasi bangunan ini tak pernah direstui oleh ulama di sekitar sini. Mereka ingin mempertahankan keaslian bangunan karena memperhitungkan sejarahnya. Bahkan, konon pendiri masjid ini tak ingin bangunan ini direnovasi.

Memang pernah ada yang merenovasi Masjid Baitul Arsy, tapi bangunan ini kembali ke bentuknya semula. Setelah itu tak ada seorang pun yang berniat membenahinya lagi.

Jika ada renovasi, itu hanya perluasan di luar area masjid untuk menampung lebih banyak orang. Tapi, bangunan utamanya tetap tak tersentuh.

Bahkan kentongan dan bedug masjid juga tetap utuh tak disentuh rayap. Bahkan tiang penyangga dinding juga tak direkatkan dengan kayu.

Ya, semua yang ada di masjid ini masih seperti aslinya. Rasanya, kenikmatan berada di masjid ini bukan soal memuaskan rasa penasaran yang harus terjawab, tapi pengalaman yang lebih batiniah. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Citra Dara Vresti Trisna

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co BANTEN