Kisah di Balik Monumen Palagan Lengkong, Begini Kata Sejarawan

26 Januari 2022 08:00

GenPI.co Banten - Memperingati 76 tahun peristiwa Palagan Lengkong, Historika Indonesia gelar kegiatan bincang sejarah, Selasa (25/1).

Setiap tanggal 25 Januari, banyak pecinta sejarah yang akan membicarakan pertempuran yang melibatkan Daan Mogot, pahlawan yang namanya diabadikan sebagai nama jalan.

Sejarawan, Rusdhy Hoesein mengatakan bahwa mulanya, tanggal 18 November 1945 Akademi Militer Tangerang didirikan guna menambah kekurangan kader Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

BACA JUGA:  Begini Cara Dinkop Kembalikan Kondisi Koperasi di Tangsel

Pada tanggal 25 Januari 1946, lanjut Rusdhy, 76 tahun lalu, terjadi peristiwa Lengkong. Peristiwa tersebut, kata Rudi, adalah tentang penembakan yang membabi buta dari tentara Jepang di desa Lengkong, Serpong, Tangerang Selatan.

Rusdhy menjelaskan, peristiwa berdarah tersebut bermula dari usaha Resimen IV TRI di Tangerang untuk melucuti tentara Jepang yang kalah dalam perang.

BACA JUGA:  Bandara Halim Ditutup, Susi Air Terbang dari Pondok Cabe Tangsel

"Bermula dari usaha Resimen IV di Tangerang untuk melucuti tentara Jepang yang sudah kalah perang dan melakukan konsinyir diri di desa itu pada 25 Januari 1946," ungkapnya Rusdhy.

Rushdy mengatakan, pada saat itu direktur MA Mayor Daan Mogot memimpin puluhan taruna akademi untuk mendatangi markas Jepang di desa Lengkong untuk melucuti senjata pasukan Jepang.

BACA JUGA:  Kasus Obesitas di Tangsel Sudah Mencemaskan, Ini Penyebabnya

Pada saat itu, lanjut Rusdhy, Daan Mogot didampingi sejumlah perwira, diantaranya Mayor Wibowo, Letnan Soetopo, dan Letnan Soebianto Djojohadikusumo.

Dengan mengendarai tiga truk dan satu jip militer, mereka berangkat ke Lengkong. Di depan pintu gerbang markas, tentara Jepang menghentikan pasukan TRI.

"Hanya tiga orang, yakni Mayor Daan Mogat, Mayor Wibowo, dan seorang taruna Akademi Militer Tangerang, yang diizinkan masuk untuk rnengadakan pembicaraan dengan pimpinan Dai-Nippon Bernama Kapten Abe," papar Rusdhy.

Sedangkan Letnan Soebianto dan Letnan Soetopo, lanjut Rusdhy, ditunjuk untuk memimpin para taruna yang menunggu di luar.

Semula proses perlucutan berlangsung lancar. Tiba-tiba terdengar rentetan letusan senapan dan mitraliur dan Jepang merebut kembali senjata mereka yang semula diserahkan.

"Sebanyak 33 taruna dan 3 perwira gugur dalam peristiwa itu. Sedangkan 1 taruna lainnya meninggal setelah sempat dirawat dirumah sakit," ungkapnya.

Dalam kejadian tersebut, Rusdhy menyebut perwira yang gugur diantaranya Daan Mogot, Letnan Soebianto, dan Letnan Soetapo.

"Peristiwa berdarah itu kemudian dikenal dengan nama Peristiwa  Lengkong," ungkapnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co BANTEN